Beranda | Liat sesuatu? Sign In | New here? Sign Up | Log out
Showing posts with label Hikmah Al Qur'an. Show all posts
Showing posts with label Hikmah Al Qur'an. Show all posts

Pintu Terkabulnya SEBUAH DO’A

Masing-masing dari kita pernah mempunyai hajat, keinginan, atau cita-cita. Bahkan pastinya kita sangat ingin supaya hajat atau keinginan itu terkabul. Dan untuk mewujudkan keinginan tersebut tentu saja selain berusaha sekuat tenaga sesuai dengan kemampuan kita, juga diiringi dengan permohonan yang penuh harap kepada Alloh SWT.
Memang sepanjang hidup ini kita pasti tidak pernah terlepas dari yang namanya hajat dan keinginan. Terkadang keinginan tersebut kita rasa sangat penting dan harus terwujud saat itu juga. Ada yang ingin lulus ujian sekolah, ada yang ingin sembuh dari penyakit yang menderanya, ada yang ingin putra-putrinya menjadi anak yang sholeh dan sholehah, ada yang ingin naik jabatan, perekonomian keluarga membaik dari sebelumnya, dan masih banyak lagi keinginan-keinginan lainnya.
Dengan sekuat tenaga kita melakukan usaha yang terbaik dengan mengerahkan seluruh tenaga serta kemampuan kita. Dan setelah semua usaha itu kita ikhtiarkan, langkah terakhir dari kita adalah berdo’a kepada Alloh SWT.
Saudaraku….. untuk hal yang terakhir ini Alloh mempunyai hak prerogatif untuk mewujudkan keinginan hambaNya yang memohon terwujudnya permohonan-permohonannya. Dan ternyata ada lisan-lisan yang dipilih oleh Alloh untuk Dia kabulkannya sebuah do’a namun ada juga yang tidak.
Alhamdulillah barangkali saat ini keinginan-keinginan yang kita harapkan itu telah dikabulkan oleh Alloh SWT. Kita telah menjadi seorang yang sukses secara ekonomi, telah lulus dan masuk perguruan tinggi yang kita idam-idamkan, telah bekerja pada sebuah perusahaan yang bonafit dan mendapatkan jabatan yang kita impikan, putra-putri kita pun tumbuh menjadi putra-putri yang sholeh-sholehah.
Namun saudaraku… memang benar barangkali ada di antara kita yang telah berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai keinginan kita tersebut dan telah sekian lama berdo’a memohon kepada Alloh SWT. Akan tetapi trenyata keinginan tersebut belum dikabulkan oleh Alloh SWT, misalkan saja kita ingin sembuh dari penyakit yang telah lama kita derita tetapi ternyata Alloh belum juga mengangkat penyakit itu dari tubuh kita. Atau barangkali kita ingin segera dikaruniai buah hati yang telah sekian tahun kita nanti akan tetapi bocah mungil yang ingin segera kita miliki itu tak jua kunjung hadir di sisi kita. Dan meskipun kita telah lama berusaha serta berdo’a, namun Alloh belum berkenan mengabulkan do’a kita.
Suatu ketika saya pernah mendengar dalam sebuah tauziah seorang ustadz mengatakan bahwa Alloh dapat saja mengabulkan hajat yang kita cita-citakan itu melalui lisan dan do’a dari orang lain. Bisa kenapa do’a kita belum dikabulkan oleh Alloh SWT itu disebabkan karena dosa-dosa yang telah kita lakukan begitu bertumpuk sehingga ketika kita berdo’a, do’a itu belum sampai dan diterima oleh Alloh SWT karena terhalang oleh dosa-dosa kita tersebut.
Bisa jadi alloh mengabulkan keinginan itu karena do’a kedua orang tua kita yang setiap malam bangun tahajjud dan mendo’akan kita, sehingga sepantasnyalah kita harus berbuat dan berbakti pada mereka. Bisa jadi hajat itu terkabul karena do’a anak yatim atau dhuafa yang telah kita bantu yang walaupun jumlahnya tidak banyak menurut kita, akan tetapi sangat berarti bagi mereka, lalu kemudian hati mereka tersentuh dan dari bibir mereka keluar do’a yang tulus mendo’akan kita dan keluarga kita. Sehingga sebaiknya kita selalu berbagi pada anak yatim dan kaum dhuafa itu.
Atau barangkali dari orang-orang yang selama ini berada di sekitar kita. Teman, kerabat ataupun saudara kita yang lain dan mereka telah merasakan kebaikan akhlak dan pribadi kita, maka ketika kita berada dalam kesulitan mereka dengan tulus ikhlas turut serta mendo’akan kita lalu diantara do’a mereka ada yang diijabahi oleh Alloh SWT.
Do’a itu terkabul dari usaha yang mana dan lisan yang mana kita tidak akan pernah tahu. Apakah dari do’a kita, dari kedua orang tua kita, dari do’a anak yatim dan dhuafa yang menerima bantuan kita, atau dari teman, saudara, kerabat dan sahabat dekat kita, itu semua rahasia Alloh SWT. Maka, sepantasnyalah kita tidak berputus asa dan tetap berkhusnudhzon kepada Alloh sehingga kita tetap berupaya dengan berbuat baik kepada orang-orang yang ada de sekitar kita. Siapapun mereka itu, apakah teman, sahabat, saudara, kerabat,dan lebih-lebih pada kedua orang tua kita. Dan seyogyanya pula kita juga peduli kepada orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan uluran tangan kita, karena kita tidak akan pernah tahu dari jalan mana Alloh akan mengabulkan do’a kita.
Semoga kita senantiasa termasuk dalam golongan hambaNya yang selalu bersyukur atas dikabulkannya do’a-do’a kita, karena ketika kita bersyukur maka Alloh pasti akan menambahkan rahmatNya kepada kita.
Amiinn….

Terapi Sukses MENAHAN MARAH

Memang siapapun tidak pernah lepas dari sikap marah. Ia merupakan respon lumrah dari ketidaksesuaian antara kemauan diri dengan apa yang terjadi di luar. Setiap kali keadaan diluar tidak menyenangkan,saat itu sikap marah bisa terpicu.
Namun sikap marah tak selalu harus dihindari. Kita hanya butuh kemampuan bernegoisasi dengan diri kita sendiri, untuk menentukan kapan marah itu harus diredam dan kapan boleh dikeluarkan secara wajar.
Rosululloh paling hebat dalam hal urusan mengelola marah. Saat beliau mendengar seorang sahabat dalam sebuah peperangan membunuh orang kafir yang bersyahadat, meski syahadatnya terpaksa karena nyawanya terancam, beliau marah. “Kenapa tak kau belah saja dadanya agar kau tahu dia berbohong dengan syahadatnya atau tidak!”, ucap beliau. Tapi suatu saat lain, seorang badui menarik dengan keras baju beliau hingga beliau hampir terjungkal. Leher mulia beliau tercekik oleh kerah jubahnya sendiri. Hampir saja Umar menebas leher badui kurang ajar itu, kalau nabi tak menahannya. Beliau tidak marah bahkan menyerahkan jubah yang diminta secara kasar oleh badui tersebut. Subhanalloh…
Untuk meredam amarah, kita harus bisa memadamkan api yang menyulut tungku hati lalu mendinginkannya. Berikut adalah beberapa cara untuk memadamkan api dalam diri. Pahami dan resapilah terapi berikut semumpung kita dalam keadaan tenang seperti sekarang. Karena kalau sudah dalam keadaan marah, otak kita terlalu keras untuk menyerap nasehat-nasehat sejuk berikut ini :

Berdoa Kepada Alloh dan Berdzikir
Resep pertama adalah berlindung kepada Alloh dari mahluk penyulut api amarah, Iblis laknatullah. Bacalah ta’awudz, A’udzubillahi minashsyaitoonirrojiim. Suatu ketika dua orang saling mengejek didekat Nabi SAW, lalu salah seorang darinya mulai marah. Nabi SAW memandang kepadanya, dan berkata, “Sungguh aku ingin mengajari suatu ucapan yang seandainya ia ucapkan tentu hal itu (kemarahannya) akan hilang darinya. Yaitu aku berlindung kepada Alloh dari godaan setan yang terkutuk.” (Riwayat Muslim).
Semoga juga ketika akan marah, kita masih bisa mengingat Alloh. Beristigfarlah, atau bertasbihlah memuji Alloh. Karena dengannya kita bisa menenangkan hati.

Saat marah, sadarilah bahwa anda sedang marah
Inilah yang pertama harus ada dalam diri kita saat marah. Yaitu sadar betul bahwa kita sedang marah. Saat marah, kitalah yang harus menguasai api amarah tersebut dan bukan sebaliknya, kita malah yang dikuasai. Ketika kita sadar dengan sesadar-sadarnya bahwa kita sedang marah, maka kita bisa mengontrol kata dan sikap kita. Ibarat api di dalam kompor, api itu bisa kita atur seberapa besar kobarannya. Nyala api marah kita sesuaikan dengan tingkat ketidakbenaran yang ingin kita luruskan.
Saat anda sanggup menguasai marah, anda bisa membedakan seberapa “dosis” marah yang akan anda keluarkan. Marah kepada anak, tentu beda dengan marah kepada orang dewasa. Marah kepada karyawan yang terlambat, tentu berbeda dengan marah kepada karyawan yang ketahuan mencuri. Ibarat control volume, kitalah sang operator yang tahu bagaimana mengatur kapan volume dikeraskan dan kapan dikecilkan.
Sebaliknya, orang-orang yang sampai tidak menyadari kemarahannya, akan dipermainkan nafsu untuk berbuat lebih keras lagi. Semakin besar marah, semakin ia susah menghentikan. Apalagi bila respon dari obyek marah tak sesuai yang diinginkan. Perkataan tidak jujur, fitnah, intimidasi fisik bahkan pembunuhan, sering terjadi lantaran orang yang marah tidak sadar bahwa dirinya sedang marah.

Jangan Gadaikan Kedudukan di hadapan Alloh
Marah dapat lebih mudah di redam dengan cara berpikir keutamaan menahannya, keutamaan memberi maaf,keutamaan berlemah lembut, dan keutamaan menguasai diri yang Alloh dan Rasulnya sudah sampaikan kepada kita. Dalam Al-Qur’an disebutkan, adalah sebuah kebajikan orang-orang yang senantiasa menahan amarahnya. Alloh SWT berfirman,”(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Alloh menyukai orang-orang yang berbuat kebajiakan.” (QS. Ali Imran : 134)
Rosulluloh bersabda : “Barangsiapa yang menahan amarahnya sedangkan ia sanggup untuk melampiaskannya, (kelak di hari kiamat) Alloh akan memanggilnya di hadapan para makhluk-Nya hingga menyuruhnya memilih salah satu dari bidadari surga, dan menikahkannya dengan hamba tersebut sesuai dengan kemauannya” (HR. Tirmidzi dan Ibnu majah).
Disebutkan dalam hadist Bukhari, dari Hadist Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwasannya seseorang meminta izin untuk bertemu dengan Umar bin Khatab dan ia pun di izinkan. Namun diluar dugaan ia berkata, ‘Wahai Ibnu Khatab, demi Alloh, engkau tidak memberi kami secara adil.” Selepas mendengarnya, sepontan saja wajah Umar memerah. Marah. Bahkan hampir saja memukulnya. Al-Hurr bin Qais pun angkat bicara: “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Alloh berfirman kepada Nabi, “- Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh- (QS.Al-A’raff : 199).”
Maka, setelahh ayat tersebut dibacakan, Umar mengurung niatnya dan pikirannya menerawang terhadapmu Al-Qur’an. Umar tak jadi marah karena beliau memikirkan keutamaan menahan marah dan memaafkan.

Tentukan Level marah dan dengan skala
Bila memang terpaksa anda harus marah, maka tentukan level marah. Yang demikian supaya kita tidak berlebihan sehingga cenderung mendzalimi. Ataupun supaya tidak terlalu halus sehingga membuat subjek menganggap remeh kesalahan yang dia perbuat.
Buatlah skala marah misalkan 1 sampai 10. Semakin tinggi nilai semakin besar kemarahan yang perlu anda tunjukkan. Katakanlah, nilai satu berarti anda hanya bicara pelan, tidak marah tapi lebih pada menasehati. Sedang 10, misalkan disini anda akan “berakting” lebih serius dan keras lagi.
Selanjutnya buatlah skala bobot kesalahan mulai dari 1 sampai 10. Setelah anda buat keduanya, anda bisa menjadikannya pedoman menentukan level berapa kesalahannya. Selanjutnya tinggal anda “obati” dia dengan “gaya” marah pada level yang sama.
Tapi ingat, berkomitmenlah untuk tidak berubah dari level yang kita tetapkan. Pengalaman yang terjadi, di tengah “lancar-lancar”-nya memarahi kita terpancing untuk menaikkan level marah sehingga bukan lagi membuat subjek tersadarkan malah merasa dirinya didzalimi. Bila terjadi begitu, dia akan menolak dan bisa jadi melakukan perlawanan.
Maka sebaiknya jangan memanjang-manjangkan pembicaraan. Segera selesaikan. Karena setan nun dekat disana, sedang mencari celah untuk menjerumuskan diri kita dengan memanfaatkan marah.

Marah dengan diam, lebih Aman
Tak diragukan lagi, dosa yang paling riskan muncul saat marah adalah berasal dari perkataan. Saat marah sangat gampang seseorang mengeluarkan kata-kata hinaan, kata-kata jorok, kebohongan, bahkan ucapan yang menjurus syirik. Maka dengan diam kita lebih selamat. Saat-saat seperti inilah barangkali diam itu benar-benar menjadi emas.Rosululloh bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu marah, maka diamlah!” (Riwayat Ahmad)
Bila anda ingin marah, silahkan katakan apa yang ingin anda katakan. Selanjutnya diam. Bila ingin berkata lebih banyak lagi, ingat-ingatlah bahaya lisan.

Mengganti Posisi
Dahulu, teori perilaku manusia mengatakan bahwa “Sikap Mempengaruhi Perilaku”. Bila anda bersikap meremehkan orang, maka mata yang memincing, mulut yang mencibir seketika Nampak diwajah Anda. Bila sikap kita tenang, maka wajah kita akan ikut berbinar dan kata-kata kita akan meluncur dengan semangat.
Sekarang, dalam teori NLP (Neuro Linguistik Program) menyebutkan bahwa teori itu bisa berlaku kebalikan. Bahwa fisiologi mempengaruhi emosi. Bahwa “Perilaku juga akan mempengaruhi sikap”. Bila kita ingin bahagia sepanjang hari, maka berperilakulah sebagaimana orang bahagia. Senyum, menyapa setiap orang, bercanda, atau berjalan dengan cepat. Maka perilaku tersebut akan mempengaruhi sikap dan suasana hati kita menjadi bahagia, hatta tadi pagi kita sempat sedih lantaran berselisih dengan seseorang.
Maka betapa hebatnya nabi. Jauh sebelum teori NLP itu ditemukan, nabi sudah mengajarkan kepada kita. Nabi bersabda, “Maka apabila salah seorang diantaramu marah dalam keadaan berdiri,duduklah, dan apabila dalam keadaan duduk,berbaringlah!” (Riwayat Abu Daud)
Ubahlah perilaku, maka sikap marah anda akan berubah.

Berwudhu
Inilah pamungkasnya. Apabila kita dalam keadaan marah, maka pergilah mengambil wudhu. Rosululloh bersabda : “Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan itu dari api, dan api hanya bisa dipadamkan oleh air. Oleh karena itu, apabila seorang diantara kamu marah, maka berwudhu’lah!” (Riwayat Abu Daud)
Ada dua hal mengapa wudhu menjadi solusi efektif meredam marah. Pertama dan yang utama, karena keutamaan uluhiah (rahmat Alloh) yang diturunkan dalam wudhu. Wudhu berbeda dengan cuci muka. Di dalam wudhu ada ibadah. Ketika orang berwudhu maka tak hanya fisiknya yang suci melainkan ruhaniahnya pula.
Kedua, ketika kita berwudhu, maka sesungguhnya kita sedang mengalihkan perhatian. Kita sedang menjauhi lokasi dan obyek kemarahan menuju kamar mandi atau tempat wudhu. Maka secara otomatis amarah kita akan menurun. Wallahu A’lam Bisshowab…

Featured Video

Artikel Terbaru

Archive